Stania-info.com - Pada tanggal 1 Juni 1945, Badan Penyelidikan Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia atau BPUPKI telah sampai pada hari terakhir di rapat pertamanya, pada saat itu Ir Soekarno memberikan sebuah pernyataan yang menarik yaitu "Kemerdekaan adalah Political Independence" ialah satu jembatan emas, dan di seberang jembatan itulah kita akan menyempurnakan masyarakat kita
Pada dasarnya, bila Indonesia ingin sejahtera dan cerdas,kita harus merdeka dulu, Tahukah kalian kalau ini juga mirip dengan pernyataan Tan Malaka dalam bukunya yang berjudul "Madilog"
Guru serta salah satu Tokoh revolusioner ini berkata "Kalau Indonesia tidak merdeka, maka ilmu alam itu akan terbelenggu pula" dan kini setelah 76 Tahun merdeka, apakah kita sudah menggunakan jembatan emas tadi dengan benar? Apakah Ilmu-ilmu alam sudah bebas dari belenggunya? Bagaimanakah nasib Indonesia Khususnya dalam bidang Pendidikan?
Yang Hilang Dari Pendidikan Indonesia
Berdasarkan data dari World Bank mengenai "Net Enrollment Rate" Indonesia, partisipasi pendidikan di Indonesia bisa di katakan sangat tinggi, meski demikian Indonesia juga menempati peringkat yang sangat rendah dalam hal membaca, matematika dan IPA, bahkan dalam keadilan genderpun kita tidak terlalu baik
Sebelum lanjut, kami ingin menyampaikan bahwa permasalahan pendidikan yang ada di Indonesia sangatlah Kompleks dan kita belum bisa membahas semuanya disini, namun pemikiran akan pendidikan yang ideal memang sudah di cananglan jauh sebelum Indonesia merdeka
Tan Malaka misalnya,yang menganggap pendidikan sebagai alat untuk bertahan hidup, sejahtera dan membatu kaum jelata, idealnya pendidikan harus membuat masyarakat mampu menghadapi kenyataan dengan berfikir secara logika dan tidak mengandalkan hal hal yang gaib
Ilmu alam dan matematika memang harus di kuasai, namun tentu tidak semua anak bisa melakukannya, disinilah Ki Hajar Dewantara dengan sistem pendidikan "Among" hadir, sistem ini mengedepankan unsur-unsur pembelajaran, keterampilan dan nilai-nilai tradisional dan mengasah keterampilan yang di minati sang anak
Masing-masing anak tidak di wajibkan untuk memahami dan mendalami seluruh mata pelajaran, dan tentunya Kartini memiliki semangat bahwa pendidikan harus bisa di dapatkan secara setara antara kaum pria dan wanita
"Lalu, Mengapa impian dari ketiga Tokoh ini masih terhambat?"
Pendidikan Orde Lama
Sementara Indonesia kekurangan guru yang kompeten, stabilitas negara Indonesai sudah terancam oleh perpecahan dan perang dingin yang berkecamuk, pemerintah belum lagi sempat mencetak guru-guru yang berkualitas, bahkan dari sedikit guru yang sudah ada, banyak yang bergabung dengan angkatan bersenjata untuk ikut berjuang
Dalam situasi ini, kuantitas guru lebih di prioritaskan di banding kualitas, tujuan guru dan pendidikan pun lebih di arahkan untuk menanam patriotisme, sehingga pengembangan sains seperti yang di inginkan Tan malaka terhambat
Pendidikan Orde Baru
Pada Era ini, intervensi pemerintahan pusat terhadap pendidikan yang kuat tidak serta merta hilang begitu saja, malah semakin meningkat, dan lebih parahnya lagi, seluruh Guru PNS harus mendukung haluan partai tertentu dan sesuai dengan kebijakan negara
Karena fokusnya pendidikan di arahkan ke pembangunan negara, akhirnya pendidikan terlalu seragam dan fokus ke ilmu Exact, sehingga tidak terlalu membuka ruang bagi minat kesenian dan ilmu sosial, siswa dan siswi pun di harapkan mempelajari segala hal walaupun tidak mereka minati
Pendidikan terus memerlukan guru yang berkualitas, namun di Indonesia hal ini masih jauh dari kenyataan, berdasarkan data Kemendikbud, rata-rata hasil dari uji kompetensi guru di Indonesia masih tidak jauh dari angka 50 dari 100, tentu ini tidak sepenuhnya salah dari guru itu sendiri, ada banyak permasalahan seperti Insentif untuk guru yang berkualitas masih sangat kurang dan berbagai hal lainnya
Pemerintahan harus turut serta dalam meningkatkan kinerja guru yang ada di Indonesia, bila itu tidak di lakukan, maka bagaimana mungkin untuk menuntut siswa menjadi lebih baik
Ada hal menarik dari Hasil tes PISA 2018, di Indonesia, Siswi cenderung jauh lebih baik dalam Matematika, membaca dan IPA di banding siswa, namun di saat kita melihat data, potensi ini tidak berlanjut ke jenjang yang lebih tinggi
Berdasarkan riset dari Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, persentase laki-laki 15 tahun ke atas yang telah menamatkan pendidikan SMA lebih tinggi di bandingkan perempuan, disisi lain persentase perempuan 15 tahun ke atas yang tidak menamatkan pendidika dasar SD dan tidak atau belum bersekolah sama sekali lebih tinggi di bandingkan laki-laki
Konklusi
Sekali lagi artikel ini memang belum membahas segala permasalahan pendidikan yang ada di Indonesia, namun secara sekilas kita melihat bahwa kita tidak kehilanganmurid yang cerdas atau guru yang berkompeten, tapi kita hanya belum memiliki sistem pendidikan yang kondusif untuk mengembangkan bakat dan minat siswa ataupun kompetensi dari guru
Meski demikian, kita tidak boleh hanya mengandalkan situasi ataupun yang kita hadapi kedepan, pendidikan dan kegiatan belajar adalah sesuatu yang harus terus kita kejar.
Penulis : Rangga Saputra
Editor : Ardy stania
Share:
0 comments:
Post a Comment